Seks dalam rumah tangga adalah hak dan kewajiban bagi suami dan istri untuk memuaskan pasangannya dan terpuaskan secara seksual. Namun, dalam khazanah kehidupan beragama, narasi "melayani" suami lebih populer dan seks dianggap seakan-akan hanya privilege dan kebutuhan milik lelaki. Padahal, hak istri juga sama pentingnya dengan kebutuhan seksual suami.
Sayangnya, masih banyak istri yang taat dan shalihah memalsukan orgasme untuk memuaskan suaminya, karena tak sanggup menahan pedihnya penetrasi karena kurangnya rangsangan, atau karena keletihan setelah seharian mengurus rumah tangga dan anak-anak yang aktif. Ada juga yang memalsukan orgasme saat sedang hamil dan terpaksa melayani suaminya karena tidak tahan kontraksi palsu, atau karena klitoris mengalami kekurangan sensitivitas pasca melahirkan anak dari suami yang sedang ia layani.
Bahkan, beberapa istri memalsukan orgasme karena tidak tahu bagaimana rasanya orgasme dan tidak pernah diberikan hak kepuasan orgasme oleh suami yang ia layani. Hal ini menunjukkan bahwa edukasi pranikah kita masih didominasi oleh pembahasan fiqh hak dan kewajiban suami istri saja, dan kesadaran sentralnya didominasi oleh suami sebagai subjek. Ulama yang jadi rujukan ulama laki-laki saja, sehingga edukasi tentang seks dalam rumah tangga masih banyak yang terabaikan.
Padahal, pendidikan seks pranikah seharusnya tidak dianggap tabu. Drama seks pasca menikah juga seharusnya diungkap dan diinformasikan. Setelah menikah, kita dan pasangan akan mulai aktif secara seksual. Hikmah menikah untuk "menghindari zina" akan pupus jika tidak dibarengi dengan edukasi seksual yang memadai.
Namun, jika istri mengalami masalah seksual seperti vaginismus, suami jangan langsung menceraikannya karena dituding tidak bisa melayani. Istri bisa diajak berobat ke dokter kandungan yang concern di bidang vaginismus untuk dilatasi. Jika istri terlalu pasif, suami jangan cari istri lain berharap mendapatkan perempuan yang aktif, enerjik, dan banyak pengetahuan tentang variasi gaya berhubungan seks seperti artis porno. Sebaliknya, diajak ke seminar edukasi seksual dan belajar bareng.
Perlu diingat bahwa perempuan juga makhluk seksual, punya hormon, punya hasrat, punya titik saraf seksual yang lebih banyak dan lebih rumit dari laki-laki, punya otak untuk diajak komunikasi dan diskusi masalah seksual, dan punya kemampuan seksual. Jangan monopoli hanya dengan dalih melayani.
Kesimpulannya, seks dalam rumah tangga harus diperlakukan dengan serius dan memadai, dengan memperhatikan hak dan kewajiban suami dan istri secara seimbang.
jadi untuk menghindari hal hal semacam ini, diperlukan diskusi dewasa mengenai ini sebelum menikah, bukan karena mesum, ini kembali ke arah menemukan pasangan yang tepat, yang bisa memahami dan menghargai anda.
trimss.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar