Minggu, 06 November 2022

Mental Mindset

Yang aku amati, jarang sekali di antara kita, anak muda, ataupun orang tua, yang selama ini tumbuh berkembang dengan dibekali ilmu life-skills di bidang kesehatan mental. Dan akupun juga terlambat mempelajarinya. Akhirnya bertahun-tahun menjalani hidup dengan situasi mental tak stabil, dan bersusah payah me-manage kemarahan, iri hati, cemburu, nggak PD, dan banyak lagi emosi negatif lainnya.


 

Satu ilmu dasar yang ingin aku bagikan kepada anak-anak muda adalah tentang mengenali konflik/problem dan mengubah mindset.

Pertama:

Kebanyakan dari kita punya sifat default: menghindari konflik (termasuk saya juga dulu). Lalu aku belajar sesuatu yang mengubah mindset.

  • Konflik ditimbulkan oleh ketimpangan/gap. Bisa merupakan perbedaan kepentingan, misalnya: orang tua yang ingin anaknya kuliah di kedokteran, dan si anak yang artistik yang ingin jadi seniman. Gap dalam keagamaan, yang banyak sekali di negeri kita, yang menurut golongan A harus begini golongan B yang berbeda sudah pasti akan berkonflik. 
  • Dalam pertemanan, misalnya temanmu melakukan sesuatu yang menurutmu tidak semestinya, maka Gap-nya adalah gap antara personal values/nilai pribadimu dengan kenyataan yang terjadi pada temanmu.
    Intinya, pahami bahwa Konflik ditimbulkan oleh gap. Tapi Gap tidak selalu menjadi konflik, hanya potensi saja.
  • Gap/ketimpangan adalah akibat lumrah dari perbedaan. Perbedaan persepsi, perbedaan tujuan, perbedaan mindset.
  • Sedangkan jangankan dari jutaan manusia, dari anak-anak yang keluar dari rahim yang sama, pasti berbeda.
  • Jadi: Konflik adalah hal natural, alami, yang lumrah terjadi, dan harus dialami, bukan untuk dihindari.

Mindset ini kedengarannya sangat simple dan sederhana, tapi begitu kita menyadari bahwa konflik itu natural, kita tak lagi stress atau mencari jalan memutar untuk menghindari konflik.

Kedua:

kenali area problem-mu, jangan memusingkan area yang bukan problem-mu. Sebisa mungkin, fokuslah dengan memperkecil area problem, bukan dengan melebarkannya.

Contohnya:

Jika temanmu membocorkan sifat negatifmu ke teman lain, apakah itu problem-mu? Silakan dipikirkan sebentar …


Jawabannya adalah: Tidak - ini bukan problem-mu. Jika kamu nggak punya kepentingan untuk menjaga image, dan kamu tenang, nyaman, dan percaya pada dirimu sendiri, maka problem ini berada di luar lingkup-mu.
Tak perlu diurusi.


Bagaimana jika kamu merasa terganggu? Luangkan waktu untuk mencari kedamaian diri dan di hati, sehingga kamu nggak gampang terpantik dan akhirnya mengeluarkan energi untuk hal-hal yang nggak perlu.

Contoh lain, jika ada orang lain yang naksir pacarmu, dan kirim-kirim text flirting, apakah ini problem-mu ?

Jawabannya sekali lagi, Tidak. Ini bukan urusanmu. Ini urusan pacarmu dengan orang yang naksir, biarkan pacarmu me-manage urusan ini. Bagaimana jika pacarmu juga ikutan tertarik flirting dengan orang lain? Disini, jawabannya bisa jadi Iya, bisa Tidak.


Jika, kamu melandaskan rasa percaya dan memberi cinta tanpa ekspektasi, ini adalah posisi dimana ini TIDAK menjadi problem-mu, sehingga tidak perlu menguras energimu. Dengan punya mindset, "
memberi saja, tanpa ekspektasi", hidup jadi santai banget. Kalaupun pacarmujadinya membelot meninggalkan kamu, kamupun tetap santai, karena dengan mindset memberi saja, jika hasilnya tak sesuai ekspektasi, tetap saja kamu bisa berdamai dengan keadaan dan diri sendiri.

Contoh lain: Bagaimana jika orang tua memaksamu, tentang apa saja mulai dari kuliah apa, boleh atau nggak naik gunung. Sebenarnya ini juga bukan problem-mu.


Bisa saja, kamu menuruti kemauan orang tua, tanpa merasa terpaksa, sehingga itu sama sekali bukan jadi problem-mu, terlebih jika kamu bisa melakukan hal yang kau inginkan secara bersamaan. No problemo.


Jika, kamu ingin melakukan kemauanmu, tanpa melakukan kemauan orang tua, inipun sebenarnya juga

source : https://id.quora.com/profile/Brooke-Tris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar