Sabtu, 18 Juni 2022

Dewasa yang Sempurna ?

Secara hemat, menjadi dewasa melewati beberapa fase dimana dimulai dari Naif, lalu Premis, lanjut ke Hedonis dan akhirnya menjadi Soliter

Ketika kita sudah Memuaskan diri sendiri yang dimulai dari sederhana sampai yang gaya glamor dan hedonisme dengan hasil terpuaskan (tidak penasaran), benar benar sudah merasakan semua hal yang ingin kita capai dan terpuaskan

 dan syukur syukur bisa beruntung menempuh fase Soliter. walau terkadang tidak semua orang sampai fase soliter karena banyak orang yang tidak dapat terpuaskan dengan beberapa kondisi hidupnya itu sendiri,



Karakteristik dan ciri ketika kamu sudah Soliter:

  1. Lebih senang menyendiri (bukan mengucilkan diri / anti-sosialdan memaksimalkan upaya individualis; sudah puas dengan kehidupan hura-hura berkumpul dengan banyak teman, berpetualang gengsi, traveling lintas pulau/negeri, indahnya pemandangan pulau melalui jendela transportasi udara, nyenyaknya tidur di hotel berkelas, dlsb. yang pada akhirnya sadar bahwa begitu banyak waktu terbuang hanya untuk sesuatu yang tiada akhir. Dan keluar rumah hanya untuk hal-hal penting, insidental, dan segala sesuatu yang bersifat simbiosis mutualisme (khususnya asmara).
  2. Cinta Benefit atau menjalin cinta dengan lawan jenis yang memiliki Benefit (bukan benefitnya Friend with Benefit / FwB); tetapi cinta yang bukan sembarang cinta, yang setidaknya ada benefit tertentu jika berpasangan dengan seseorang; yang berbenefit itu seperti dia yang rupawan, atau dia yang cerdas, atau dia yang bertalenta/berbakat. Hal-hal demikian adalah realitas paling waras bagi seorang soliter. Soliter tidak matre karena sudah puas dengan kehidupan hedonisme serta tidak mempermasalahkan keperjakaan maupun keperawanan. Prioritize benefits!
  3. Kehidupan lebih minimalis; tidak gengsi dengan makanan/minuman sederhana (bahkan tradisional) karena sudah puas dengan nikmatnya hidangan mewah, dan berpenampilan sederhana atau disesuaikan sesuai judul aktivitas. Soliter tidak akan pernah insecure pada siapa pun yang menampakkan kemewahan (apalagi flexing) karena sudah puas dan tidak lebay/norak ketika berada di lingkungan yang tidak urban.
  4. Fokus meningkatkan kualitas diri; telah benar-benar bisa menghargai diri sendiri, mulai belajar 'ngfans' terhadap diri sendiri daripada idola, lebih mendengarkan hati nurani dan akal sehat diri sendiri daripada pemuka agama atau siapa pun itu yang jelas-jelas hanya "ngomongmah gampang". Soliter lebih menghindari infotainment selebritas dan sejenisnya yang jelas-jelas tidak ada keuntungannya sama sekali.
  5. Berpikir moderat (tidak fanatik); saya pribadi cukup nyaman berada pada spektrum tengah seperti moderat ini (khususnya dalam agama dan politik), hidup lebih waras dan tidak perlu buang-buang waktu dan energi untuk memuji bahkan membenci, namun akan lebih berupaya meluruskan memberikan sudut pandang kepada yang (secara fakta) telah membuat keresahan.
  6. Tidak suka drama dan pamer; bermain atau menanggapi segala sesuatu yang dramatis adalah buang-buang waktu dan menurunkan 'kelas'. Soliter lebih nyaman dengan kepribadian yang blak-blakan, berterus terang, dan tidak munafik apalagi playing victim.
  7. Menikah bukan tujuan akhir, melainkan awal kehidupan; maka dari itu sangat tidak tertarik menikah muda, selain karena masa muda yang dipuaskan membahagiakan diri sendiri (hedonisme), alasan paling mutlaknya seperti poin nomor 2.
  8. Tidak jual mahal; ini dia yang membedakan antara soliter dengan orang-orang yang jelas 'jual mahal' (yang mungkin saja mengaku-ngaku soliter atau 'merasa' tetapi belum menempuh fase soliter). Soliter justru lebih 'murah' kepada siapa pun khususnya dalam jalinan komunikasi sampai benar-benar menetapkan kelugasan tertentu, dengan pengalaman yang dimilikinya (ketika hedonisme) tentu bisa menyadari bahwa komunikasi dan kehadiran orang-orang adalah hal yang manusiawi, meskipun sekarang (soliter) ini lebih memilih mandiri seperti poin nomor 1.

Untuk menempuh soliter itu membutuhkan waktu yang cukup lama,  karena upaya menurunkan gengsi namun tetap 'bergengsi' adalah hal yang tidak mudah, belum lagi untuk benar-benar menyadari terkait hedonisme yang tiada akhir.

Lalu apa bedanya dengan pribadi yang selalu menyendiri dan menjauhi sosial?

kurang lebih seperti ini :


salah nggak, kalau kita menjalani kehidupan yang hedon ? nggak sepenuhnya salah, karena itu bagian dari pendewasaan juga, terimakasih




Tidak ada komentar:

Posting Komentar