kita memang tak ingat lagi kapan persisnya percakapan dengan semesta itu dimulai, yang kita tau , percakapan itu berhubungan langsung dengan evolusi dan dorongan untuk bertahan hidup di tengah lingkungan yang kompleks, dengan sumber bintang saat makhluk-makhluk lain hanya bisa merunduk runduk bahkan melata menyusuri lendir-lendir prasejarah
makhluk yang sanggup berdiri tegak memandang langit memang bisa membangkitkan rasa takut pada makhluk makhluk melata kecil di sekitarnya, tapi kemampuan tegak menerawang langit itu juga membenturkan mereka pada sejenis rasa takut yang lebih mencekam, yang tak akan dikenal oleh makhluk makhluk melata, yakni rasa takut akan maut yang tak terlawan dan hidup yang bisa mendadak hilang,
karena leluhur manusia tahu bahwa mereka pasti akan mati dan hidup mungkin terputus begitu saja, mereka meramu impian tentang bagaimana hidup yang abadi, karena mereka juga punya hasrat yang terus menyala, mereka memburu sesuatu yang pantas buat hasrat itu, sesuatu yang Maha Tak terbatas, dan karena mereka belum bisa merengkuh totalitas langit dan dunia yang penuh rahasia, mereka menghalau rahasia rahasia yang tak tertembus itu dan mencari penjelasan gampang yang menentramkan hati
ketakutan pada maut, impian pada kehidupan lain yang tak akan pernah putus lagi, dan damba pada yang Maha takterbatas, menyusup masuk dalam percakapan purba antara nalar dan semesta, berkelindan dengan dorongan untuk bertahan hidup dan berkembang, bahasa yang tumbuh mekar, mencoba merangkum hal hal tersebut, menyuling sekaligus memperkayanya jadi cerita yang kemudian di sebar ke ruang waktu yang bisa dijangkau,
cerita tentang semesta yang disusun oleh leluhur manusia, sangat membantu mereka mengorientasikan diri dalam dunia dan memperbesar peluang untuk bertahan hidup dan berkembang. tersusun dalam rentang waktu beribu=ribu tahun, jumlah cerita itu sangatlah banyak, tapi tak semua kuat bertahan mengarungi arus waktu, dan meski bisa menyentuh, ceirta cerita yang mereka bangun itu amatlah sederhana dan lebih banyak mencerminkan si penyusun cerita ketimbang semesta yang diceritakan itu sendiri, itu terjadi karena pengetahuan mereka tentang semesta, tentang besaran ruang dan waktunya,
memang masih terbatas, dari informasi yang terbatas, dan kecemasan tang tanpa batas itu, mereka mengembangkan narasi yang disusun dari imajinasi mereka sendiri, akibatnya, cerita tentang semesta itu lebih banyak mengandung "monolog" ketimbang "dialog"
pengetahuan ilmiah berkembang menjadi bentuk percakapan tertinggi karena ia berusaha sepenuhnya menjadi dialog, para ilmuan memang terus mengamati dan mengumpulkan fakta lalu berusaha menyusun teori, tapi teori itu hanyalah usulan saja, teori tersebut, draft cerita rekaan itum harus dibenturkan dengan kenyataan, hanya cerita yang disetujui oleh semesta yang bisa diterima sebagai cerita semesta yang ilmiah.
Agar percakapan dengan semesta bisa berlangsung jernih, ilmuwan bahkan harus menahan dan menyisihkan dirinya, mereka harus membiarkan semesta bicara sendiri sepenuhnya, dan tak boleh mendahului apalagi memaksakan jawaban semesta,
diktum yang konon berasal dari Immanuel Kant, bahwa pengetahuan atau pengertian, tidak menurukan hukum hukumnya dari, melainkan memaksakannya, pada alam, mungkin berlaku di ranah lain, tapi sama sekali tak punya tempat di ranah ilmiah, ilmuwan tentu saja bukan pendikte, mereka hanyalah penyalin setia dari cerita yang dihamparkan semesta, agar para ilmuwan bisa menjadi penyalin yang baik, mereka harus melengkapi diri dengan kritik dan eksperimentasi.
kritik dan eksperimentasi adalah tulang punggun, lebih tepat lagi. nyawa dari ilmu pengetahuan, dengan kritik, ilmu mengoreksi penalarannya, menyadari sekaligus memperluas batas batas teorinya, dengan eksperimentasi, ilmu bertanya jawab dengan alam semesta tentang hakekat hakekatnya, jawaban alam semesta pada penalaran manusia, adalah jawaban biner yang tidak pernah berarti "ya" paling banter hanya "mungkin" dan yang paling sering adalah "tidak" . jika sebuah eksperimen yang membantah ramalan sebuah teori akan membuat teori itu kehilangan kekuatan dan harus dinilai ulang,
apa yang diperoleh sains dengan teori dan eksperimennya, adalah himpunan dari pengetahuan tentang hal hal yang relatif benar, yang ditapis dan dipisahkan dari pengerahuan tentang hal hal yang mutlak salah, itu sebabnya stephen hawking misalnya menganjurkan agar seluruh ilmuwan mengumumkan seluruh kesalahan yang mereka tangani, bukan hanya kebenaran yang mereka temui, kesalahan yang diumumkan membantu ilmuwan lain bertanya jawab secara lebih efisien dan lebih cerdas dengan kenyataan semesta,
kenyataan besar yang jawabannya mungkin tak gampang dibuka dan tampak tak peduli pada kesulitan manusia, namun sungguh tak pernah berdusta, ilmu pengetahuan rasional adalah buah dari kesadaran atas rasio yang daif, dan fakta kenyataan semesta yang berkembang dengan cara yang tidak sia sia, jika alam semesta dan seisinya ini tak bersedia dipahami oleh akal daif manusia, maka pengetahuan rasional menjadi sesuatu yang mustahil, nyatanya sains dan teknologi yang rasional itu telah tumbuh menjadi kekuatan paling dahsyat dalam sejarah manusia, dan kian dahsyat ilmu dan teknologi manusia kian terbuka pula alam semesta membentangkan diri,
sebuah buku dari nirwan ahmad arsuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar